Topi Rimba Kuning Kecil
Sore 21 Juli 2003. Dia, duduk di pinggir trotoar depan toko sepatu. Terlihat sendiri
asik bermain pesawat kertas koran bekas bungkus kacang. Pesawat itu seolah olah
menjadi teman interaktif bagi anak kecil itu. walaupun sebenarnya pesawat itu hanya
diputar putar saja tanpa dimainkan, sambil sedikit raup murung menyelimuti
wajahnya.
“ayo
le, ibu sudah selesai”. kata seorang wanita keluar dari toko sepatu
“inggih
buk”. jawab bocah kecil sambil tersenyum
“mau
naik becak apa jalan?”.
“ jalan
ae buk”
“ yawes
nanti kalau capek bilang ya, biar ibu gendong”
Ibu dan anak tersebut berjalan menuju pangkalan angkot yang
berada di tepi pasar besar. Bocah kecil itu bernama Aldo Pratama, dia sedang
menemani ibunya kulakan sepatu dagangan dan beberapa pesanan dari pelanggan
toko sepatu ibunya. sembari berjalan tangan kanan ibunya membawa kantong plastik penuh kotak
kardus sepatu, begitu juga dengan tangan kirinya. Sepanjang jalan menuju pangkalan angkot,
Aldo berpegangan pada ujung baju ibunya.
“ Aku
adalah anak gembala selalu riang serta gembira...”.
“ kok
nyanyi itu terus to le?”. Tanya ibu kepada Aldo
“ iya buk, aldo pengen jadi
pengembala, punya sapi banyak terus bisa minum susu sepuasnya hehehe”.
“ oalah gitu ya nak, ibuk boleh
minta ga?” ibu menjawab dengan tersenyum
“ boleh buk, nanti sekalian buat bapak,
mbah sama teman teman di sekolah. Sisanya bisa ibu jual kok biar ibu gak capek
capek kulakan sepatu lagi”
“ masyaallah anak ibu” ibu
tersenyum
Separuh jalan ibu Aldo berhenti sejenak mengatur nafasnya yang mulai kelelahan. Seketika Aldo berhenti menyanyi dan melihat wajah ibunya.
“ibuk
capek ?”.
“enggak
le, itu ibu liat ada tukang es dung dung. Aldo mau?”.
Aldo
diam sambil menengok gerobak es dung dung disebrang jalan
“enggak
wes buk, nanti Aldo pilek” jawab Aldo
Bocah 4 tahun itu sengaja menolak dibelikan es dung dung,
karena dia tidak mau mengorbankan uang ibunya untuk membeli sesuatu yang kurang
penting, mengingat ibunya yang telah susah payah mencari uang. Mereka terus melanjutkan
perjalanan, aldo kecil terus menyanyi sambil memegangi baju ibunya.
“sebentar
le, kita mampir ke toko itu dulu”
“ iya
buk”. Jawab aldo
“niki
pinten pak? (ini berapa pak?)”. tanya ibunya kepada penjual topi
“6000 aja
bu, monggo” jawab penjual topi
“gak
bisa kurang pak?”. Ibu bertanya sambil melihat dompetnya
“saya
potong 500 rupiah buk gimana?”. Sahut tukang topi
“waduh
5000 aja pak saya ambil yang warna kuning kalau boleh”. Tawar ibu
“jangan
bu kalau segitu, masih belum boleh”.
“yasudah
pak kalau begitu” kata ibu sambil pergi meninggalkan pedagang topi
Beberapa waktu kemudian pedagang
topi memanggil ibu Aldo, dan melepas topi kuning yang ditawar ibunya tadi dengan harga 5000 rupiah.
“ ini le, dipakek”. Kata ibu
sambil tersenyum kepada Aldo
“buat apa buk beli topi?”. Tanya Aldo
“gapapa, biar kamu gakepanasan
kalau nemenin ibuk kulakan lagi”. Ibu menjawab dengan tersenyum
Sesampainya di pangkalan angkot, Aldo
terdiam sambil memikirkan uang ibunya di dompet yang tadinya 6500 buat beli
topi 5000. Anak sekecil Aldo memang belum mengerti tentang penambahan dan
pengurangan ataupun menghitung uang. Akan tetapi raut risau ibunya dirasakan oleh anak itu. Tak lama menunggu, dihampirilah mereka oleh kernet
dari angkot dan membatu ibu Aldo membawakan barang barangnya.
“langsung masuk bu, didepan”. kata
si kernet kepada ibu Aldo
“iya mas, terimakasih” balas ibu
Aldo
Angkot yang dinaiki Aldo dan ibunya
masih kosong, maka dari itu Aldo dan ibunya mendapat tempat duduk didepan. Aldo
duduk disamping kiri pak supir dan dikanan Aldo, ibunya yang berada di pinggir
pintu angkot. Setelah angkot terisi, kernetpun bergegas naik dan angkotpun jalan.
Aldo yang berada ditengah diapit oleh pak supir dan ibunya tak lama kemudian
harus berubah tempat dikarenakan ada penumpang yang baru naik. Akhirnya Aldo
dipangku oleh ibunya tepat bersender di pintu depan kiri angkot. Aldo yang
sedari tadi berjalan merasakan kelelahan dan mulai tertidur dipelukan ibunya. Angin
sepoi sepoi dari jendela pintu angkot tanpa kaca, membuat Aldo semakin
lelap tertidur hingga tak sadar kepalanya tersandar dipintu angkot. Angin sepoi
sepoi yang melelapkan tidur Aldo kian menguat, hingga menarik halus keluar topi
rimba kuning milik Aldo. Seketika Aldo pun terbangun oleh gerakan tangan ibunya
yang mencoba mengais topi rimba kuning Aldo yang terbang.
“Lho buk topi Aldo terbang”. Ringik
Aldo pada ibunya
“iya le gapapa biar wes nanti ibuk
belikan lagi” jawab ibu untuk menenagkan Aldo
Tidak ada
perbincangan pun setelah kejadian itu selama perjalanan. Aldo mencoba kembali
keposisi semula sambil pura pura tertidur kembali, namun Aldo kecil tak bisa
berpura pura tentang apa yang dirasa, seketika menetes air pilu dari matanya.
Ibu yang tau anak kesayanganya berderai air mata dipelukannya sengaja diam dan
mencoba mengendalikan diri agar tidak hanyut dalam kesedihan. Sesampainya di
halte tujuan, ibu Aldo bergegas turun sambil memberikan uang 1500 yang ada
didompetnya kepada kernet angkot. Ibu kembali berjalan menuju rumah saudara yang tak
jauh dari halte untuk mengambil sepeda dan Aldo berjalan disebelahnya sambil
tetap memegangi ujung baju ibunya.
“buk,
bapak kira kira sudah pulang belum ya?”. Tanya Aldo
“sudah
kayaknya le”. Jawab ibu
“Asik..
bapak biasanya pulang bawa Tini Wini Biti”
Tini Wini Biti adalah Snack biskuit yang berbentuk Gajah,
Bebek, Ikan, Kura-kura dan Kupu – Kupu kesukaan Aldo yang sering dibawakan
bapaknya sepulang kerja. Bapak Aldo bekerja sebagai seles kerupuk yang setiap
hari berkeliling menjajakan dagangannya membawa mobil box milik juragannya. dan biasanya bapak
Aldo pulang kerja saat menjelang magrib.
“ le udah adzan magrib, berhenti ke masjid dulu
ya”.
“ iya
buk” jawab Aldo
Seusai menunaikan sholat magrib, mereka melanjutkan
perjalanan menuju rumah yang jaraknya sekitar 7 km dari halte tempat turunnya
angkot. Mereka menaiki sepeda jengki phoenix tua yang telah dimodifikasi
diberikan dudukan kayu di depannya antara setir dengan sadel sepeda sebagai
tempat duduk Aldo. Sepanjang jalan Aldo terus bernyanyi, menyanyikan lagu Anak
Gembala yang sedari tadi ia nyanyikan.
“ le
bentar ya mampir dulu kerumah buTini untuk mengantarkan sepatu pesanannya”
“iya buk”.
Jawab Aldo yang selalu meng iya kan ibunya
Saat di rumah bu Tini, ibu Aldo menurunkan beberapa kotak dari
kantong kresek. Sepatu yang bu Tini pesan ternyata bukan untuk dirinya,
melainkan untuk anaknya yang akan masuk sekolah. Anak ibu Tini tidak suka
dengan model dari beberapa sepatu yang dibawakan ibu Aldo. Ibu Aldo pun
bergegas pulang dengan rasa kecewa sebab bu Tini tidak jadi membeli sepatu
pesanannya, atau dengan pilihan lain ibu Aldo harus menukar sepatunya dengan model
yang diingin anak bu Tini. Aldo yang bermain pesawat korannya di teras rumah bu
Tini bergegas menaiki sepeda selepas ibunya selesai menata kantong barang diatas
sepeda.
“ buk
sepeda bapak gak ada berarti belum pulang”. Teriak Aldo sesampainya dirumah
“ iya
le, mungkin bapak masih disuruh ngambil kerupuk sama bosnya jadi pulang agak
telat” jawab ibu
“oalah
iya buk”. saut Aldo
“sana
cuci kaki cuci tangan dulu terus maem”.
“ok bukk”
Tak lama kemudian terdengar suara motor berhenti didepan
rumah Aldo. Ibu Aldo bergegas membukakan pintu dan ternyata yang datang adalah
teman bapaknya. Setelah berbincang bincang Ibu Aldo tiba tiba menangis. Aldo yang sedang
makan sambil menonton televisi terganggu oleh tangisan ibunya dan terdiam sejenak lalu
bergegas menghampiri ibunya.
“Ibuk kenapa”
tanya Aldo dengan wajah bingung
Ibu Aldo tidak menjawab, ibu Aldo seketika memeluk erat Aldo.
Ternyata teman bapak Aldo yang datang memberikan kabar, bahwa bapak Aldo sedang
ditahan dikantor polisi. Karena bapaknya Aldo telah menabrak seorang remaja
yang sedang menaiki motor dengan mobil box milik bosnya. Kesaksian orang orang yang berada
di jalan mengatakan bahwa si pengendara motorlah yang salah karena mengendarai
motor dalam keadaan mabuk dan tidak menggunakan helm saat berkendara. Akan tetapi
tetaplah bapaknya Aldo untuk sementara ditahan di kantor polisi sampai kasusnya selesai,
mengingat si remaja mengalami patah tulang dan gegar otak yang cukup parah.
Komentar
Posting Komentar