Hujan siang Gurun


Tak ada mata yang sekelebatpun melihat hujan duka langit siang
Semua membisu tat kala tangis dan darah menetesi kalbu
Ingin teriak kencang, ruang pun mengedap
Ada makna yang tak bisa terungkap dalam kata
Kenapa tak segera ditiup saja sangka kalanya?
Mamang sudah biasa unta berjalan menyusuri gurun
Tapi bukan berarti gersang pasir sahara adalah keabadian

Dingin air danau pernah terngiang membenak
Namun badai pasir yang lantas menerjang
Menolehku seraya mata membelalak mencari
Berlariku kembali memastikan hal yang terjadi
bunda dan kanda
apa kabar kau hari ini?
Tak tega hati bila mala terus menggelutimu
Ingin kembaliku berputar dan menenangkan badai
Lantas utusmu kakiku harus terus mengejar benakku

Siang ini air hujan tak di inginkan gurun bunda
Katak pun enggan bernyanyi
kaktus juga enggn tumbuh 
Sendiri sendiriku mencari teduh
Lantas hierarki menuntut tubuh tetap kuyup
Haruskah diri ini kukuh berlari mencari danau yang tak pasti?
Gunda tak berujung selalu menghantui
Aku takut, cawan yang kubawa kembali tanpa isi
Bunda, kanda, adinda maafkan
Aku masih tersesat dalam siang hujan duka gurun yang tak kuingini

Komentar

Postingan Populer